SPIRITKITA.ID - Bulan Ramadan bukan hanya soal menahan lapar dan haus, tapi juga ujian kesabaran. Bagi Anton, seorang pegawai swasta berusia 35 tahun, ini adalah tantangan besar. Dulu, ia mudah tersulut emosi, terutama saat bekerja di bawah tekanan. Namun, tahun ini, ia bertekad untuk berubah.
Pria kelahiran 1986 ini mengaku, sebelum-sebelumnya, puasa terasa lebih berat bukan karena lapar, tapi karena emosinya yang sulit dikendalikan.
"Saya sering marah kalau ada rekan kerja yang lamban atau atasan yang terlalu menekan. Kadang hal kecil saja bisa buat saya tersulut," katanya kepada Redaksi.
Satu kejadian yang tak terlupakan adalah saat ia pernah membentak rekan kerjanya hanya karena dokumen yang terlambat dikirim. Setelahnya, ia menyesal, tapi nasi sudah menjadi bubur. Di luar kantor, Anton juga sering emosi di jalan. Macet, pengendara yang sembrono, atau antrean panjang saat beli takjil selalu memancing amarahnya.
"Saya sadar, ini tidak sejalan dengan tujuan puasa. Saya ingin berubah, tapi bagaimana caranya?" ujarnya setengah bertanya.
Di bulan Ramadan tahun ini, Anton mencoba lebih tenang lagi. Ia mulai dengan memahami kenapa ia mudah marah. Setelah membaca dan berdiskusi dengan teman-temannya, ia menemukan beberapa hal yakni pertama Kurang Istirahat dan Stres Berlebihan. Setelah ditelaah secara mendalam, ternyata, kelelahan bisa memperburuk suasana hati. Ia mulai mengatur pola tidur lebih baik.
Lalu yang kedua,tidak Sabar dalam Menghadapi Situasi. Untuk hal yang satu ini, Ia belajar bahwa tidak semua hal harus direspons dengan kemarahan. Ada kalanya, diam lebih baik.
Dan yang terakhir adalah Kurang Refleksi Diri. Dulu, ia hanya fokus menyalahkan situasi atau orang lain. Sekarang, ia mencoba lebih introspektif.
Setelah itu, Anton lalu mencoba beberapa strategi sederhana dengan cara tarik Napas dalam-dalam saat mulai emosi, ucapkan "Aku sedang berpuasa" jika ada yang memancing amarah, alihkan ke hal positif seperti dzikir atau membaca artikel motivasi, dan yang terakhir adalah Kurangi konsumsi berita negatif yang bisa memicu emosi.
"Awalnya sulit, tapi saya coba sedikit demi sedikit. Dan luar biasa, saya mulai merasa lebih tenang," imbuhnya.
Ramadan 2025 Lebih Bermakna
Setelah semua dilakukan, seiring berjalannya Ramadan, Anton mulai merasakan perubahan besar. Di kantor, ia lebih sabar dan tidak mudah terpancing emosi. Di jalan, ia mulai membiarkan orang lain duluan tanpa menggerutu. Saat menghadapi masalah, ia lebih memilih berpikir jernih daripada marah-marah. Puasa tahun ini terasa berbeda baginya. Bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus, tapi juga melatih dirinya menjadi pribadi yang lebih baik.
"Saya sadar, puasa bukan hanya ritual, tapi cara Allah melatih kita untuk lebih sabar dan ikhlas dalam hidup," katanya.
Anton akhirnya memahami bahwa mengendalikan emosi bukan tentang menahan marah sesaat, tetapi membangun kebiasaan untuk tetap tenang dalam situasi apa pun.
"Dulu, saya pikir puasa hanya tentang menahan diri dari makan dan minum. Tapi sekarang, saya paham bahwa puasa adalah tentang melatih hati dan pikiran. Dan itu jauh lebih bermakna," tuturnya.