Janda adalah status yang kurang mengenakan tapi harus dijalani sebagai proses kehidupan. Janda dengan anak tuntutan tanggung jawab cukup besar karena harus memenuhi kebutuhan tanpa suami. (Foto ilustrasi)
SPIRITKITA.ID – Setiap wanita pasti tidak ingin menjadi seorang janda namun jika menimpa harus dinikmati sebagai bagian dari perjalanan hidup. Status janda terkadang menjadi perbincangan apalagi janda muda. Seperti yang menimpa seorang janda bernama Hayati.
Hayati adalah seorang janda dengan 2 anak yang sedang tumbuh. Anak pertama masih duduk di bangku kelas 1 SMA, anak ke-2, kelas 8 SMP.
Setelah menjanda, otomatis menjadi single parents yang mengurus dan membesarkan anak. Kini banyak tugas harus dikerjakan sendiri yang ketika masih ada suami tugas ini bagian dari tanggung jawabnya.Tugas rangkap sebagai kepala keluarga sekaligus pencari nafkah harus dilakoni demi memenuhi kebutuhan hidup terlebih bagi anak – anak.
Di sisi lain harus siap dengan ocehan atau komentar miring yang menerpa dirinya. Itu semua harus dihadapi dengan tegar dan sabar. Tak menampik juga, menjadi orang tua tunggal ada nilai plusnya salah satunya keputusan ada ditangan sendiri. Tak ada percekcokan dalam rumah tangga, si anak akan lebih bertanggung dan mandiri, ikatan kebatinan antara anak dan orang tua makin kentara dan curahan kasih sayang dan perhatian hanya untuk anak.
Menjadi Janda Karena Sang Suami Meninggal
Dirinya harus menjanda karena sang suami tercinta meninggal. Sejak ditinggal suami, Hayati, harus tugas rangkap, sebagai ayah sekaligus ibu bagi anak – anaknya.
“Kesulitannya harus menjadi ibu plus seorang ayah, yang tadinya beban 2 sekarang di borong semua,” katanya kepada Redaksi.
Ibu Hayati menuturkan, sepeninggal suaminya, segala kebutuan harus di tanggung sendiri terlebih keperluan 2 anaknya yang masih duduk di bangku sekolah SMP dan SMA.
“Tidak ada tempat yang bantuin keuangan tuk keluarga. Jadi seorang ibu harus jadi ibu sekaligus cari uang tuk keluarga, ektra banting stir” lanjut ibu
Walau begitu, dirinya tak menyesali dengan apa yang terjadi pada dirinya. Profesinya sebagai seorang perawat mampu menopang segala kebutuhan hidup.
“Beban sih gak ya karena dari dulu sebelum suami meninggal pun saya sudah masuk dunia kerja, jadi sudah terbiasa” imbuhnya.
Kendati demikian, ada bedanya, yakni jika masih bersuami, ada teman saling berbagi terutama dalam hal financial. Ibu hayati, kini menikmati hidup tentram bersama kedua anaknya.
Yang ada dibenak pikiran ibu Hayati adalah bagaimana anak – anaknya sukses menggapai cita – citanya.
“Kalau dulu kan ada temen curhat, temen bantu keuangan karena gaji saya lebih besar dari almarhum suami waktu itu. Gak urusan anak – anak aja sampai ke urusan motor, rumah dan lain – lain saya hendel sendiri gitu,” pungkas ibu Hayati.