Tim-tim harus tampil bukan hanya sebagai peserta, tapi sebagai brand. klub aktif di media sosial, terbuka dengan sponsor, mengelola konten digital, bahkan menjual merchandise. (Foto Proliga 2025)
SPIRITKITA.ID - Perkembangan bola voli di Tanah Air semakin menunjukan peningkatan yang pesat. Bagi pecinta bola voli atau volimania tentu saja bikin sumringah.
Proliga yang merupakan kompetisi bola voli elit menunjukkan kemajuan dari sisi persaingan di lapangan. Pemain asing berkualitas berdatangan. Demikian pula dengan kompetisi lainnya seperti divisi 1 dan utama baik kelompok umur maupun senior semakin kompetitif dan antusiasme penonton terus meningkat.
Tapi jika kita jujur menelusuri lebih dalam, ada PR yang belum terselesaikan yakni banyak tim masih dikelola tanpa arah bisnis dan profesionalisme yang jelas, terutama tim-tim milik institusi pemerintah.
Banyak tim voli yang dimiliki institusi seperti TNI, Polri, atau BUMN, memang punya tradisi kuat dan pemain hebat. Tapi sayangnya, banyak dari mereka tidak memiliki target branding yang jelas minim promosi dan media sosial tidak membuka diri pada sponsor atau kolaborasi eksternal.
Hanya berkompetisi sebagai bentuk kebanggaan institusi, bukan sebagai produk olahraga yang bisa dijual ke publik efeknya, tim-tim ini sering hanya eksis saat kompetisi, lalu tenggelam setelah musim selesai. Tanpa konsistensi, penonton sulit membangun loyalitas, dan sponsor pun enggan masuk.
Tim Swasta: Profesionalisme yang Membawa Harapan Baru
Bandingkan dengan tim swasta seperti LavAni, tim bola voli milik Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tim voli milik Pertamina (meski anak usaha BUMN, tapi dikelola seperti korporasi dan profesional. Lalu ada Popsivo Polwan (yang perlahan mulai profesional dari sisi komunikasi publik).
Tim-tim ini tampil bukan hanya sebagai peserta, tapi sebagai brand. Mereka aktif di media sosial, terbuka dengan sponsor, mengelola konten digital, bahkan menjual merchandise. Tim-tim ini sadar bahwa olahraga di era sekarang, adalah industri bukan hanya pertandingan.
Apa yang Harus Dilakukan?
Untuk Federasi/PBVSI dan Penyelenggara Proliga:
1. Berikan insentif untuk tim swasta baru agar muncul dan berkembang.
2. Permudah akses sponsor dan media untuk masuk ke Proliga.
3. Dorong semua tim (termasuk instansi) untuk punya akun resmi, strategi digital, dan tim media.
4. Evaluasi profesionalisme tim sebagai syarat partisipasi Proliga, bukan hanya skill di lapangan.
Untuk Tim Institusi:
1. Rekrut manajemen profesional, bukan hanya dari dalam institusi.
2. Bangun identitas tim yang kuat dan menarik untuk publik.
3. Gandeng sponsor luar, jangan hanya bergantung pada dana institusi.
4. Aktif di media sosial, buat konten, ajak fans lebih terlibat.
Untuk Pemerintah (Kemenpora):
1. Fasilitasi transisi tim institusi menuju manajemen profesional.
2. Dorong kolaborasi antara tim-tim instansi dengan swasta.
3. Buat roadmap pembinaan klub profesional jangka panjang, bukan hanya berbasis PNS/ASN.
Akhir Kata: Proliga Butuh Era Baru
Kalau Proliga ingin naik kelas, menjadi kompetisi yang layak tayang di prime time dan menarik sponsor besar, maka jumlah tim swasta harus bertambah, dan tim institusi harus mulai profesional secara manajerial. Tanpa itu, kita hanya akan punya liga yang kuat di skor, tapi lemah di panggung industri olahraga.