SPIRITKITAID - Media sosial yang sudah menjadi kebutuhan hidup mempunyai dampak positif dan negatif, karena itu perlu pendidikan etika agar saat bermedia sosial mengedapankan moralitas tidak terjebak dengan perilaku yang tidak bijak.
Peran orang tua sebagai orang terdekat, punya peran strategis dalam memberi pendidikan dalam menggunakan media sosial.
Banyak tawaran yang menggiurkan berupa konten yang mulanya menarik tapi pada akhirnya berdampak tidak baik sehingga banyak kejadian yang miris akibat dari kurang pendidikan dalam bermedia sosial.
Hal ini, disampaikan oleh pengamat budaya dan komunikasi digital Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan.
Dikatakannya bahwa pendidikan etika bermedia sosial pada anak-anak perlu dimulai dari orang terdekat mereka yakni orang tua.
Menurut dia, penggunaan media sosial oleh anak di bawah umur saat ini tidak bisa dihindarkan. Oleh karena itu, peran orang tua dinilai penting untuk mencegah paparan konten negatif maupun penyalahgunaan media sosial.
"Itu perlu dicegah agar mereka tidak tersesat di dalam penggunaan media sosial yang salah. Jadi ajarkan mereka bahwa banyak sekali konten yang menyesatkan, yang mengajak untuk berbuat tidak baik, kemudian tawaran-tawaran yang awalnya nampak menarik tetapi kemudian mendatangkan malapetaka," katanya beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan media sosial memiliki dua sisi bagi anak-anak, sisi positifnya adalah mempermudah interaksi mereka dengan keluarga atau teman dan mengembangkan kreativitas mereka dalam berekspresi.
Namun, di sisi lain, media sosial juga berpotensi menjerumuskan mereka kepada konten-konten negatif sehingga orang tua dan sekolah juga perlu mengajarkan kepada anak-anak mengenai sisi baik dan buruk dari media sosial.
Firman juga menekankan peran berbagai pihak seperti sekolah, masyarakat, pemerintah, dan penyedia platform guna menciptakan ranah media sosial yang aman bagi anak-anak.
Dia mengapresiasi langkah platform digital yang mendukung perlindungan anak-anak di ruang digital. Menurutnya, penyedia platform merupakan pihak utama yang bertanggung jawab terhadap keamanan konten dan platform untuk penggunanya.
"Mereka lah yang bertanggung jawab, apakah konten yang itu berbahaya atau tidak, maka sudah sewajarnya kalau mereka harus memastikan produk yang didistribusikannya," ujarnya.
Diketahui, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menegaskan bahwa upaya pengawasan perlindungan anak di ruang digital, dilakukan dengan pembatasan akses pembuatan akun anak-anak di media sosial dan bukan pembatasan akses internetnya.
Anak-anak dibatasi untuk memiliki akun media sosial agar menekan dampak negatif dari media sosial.
Menurut Meutya, jika penggunaan media sosial didampingi oleh orang tua, serta menggunakan akun media sosial dari orang tuanya hal itu tidak menjadi masalah. Meutya juga menyatakan bahwa tim khusus untuk percepatan regulasi perlindungan anak di dunia digital telah melakukan rapat-rapat.
Pihaknya juga mendapatkan banyak harapan dari Komisi I DPR RI, agar peraturan mengenai perlindungan anak di dunia digital dapat segera selesai. Hal ini juga diharapkan dapat betul-betul melindungi anak-anak dari konten negatif di internet.