Floating Image
Floating Image
Senin, 31 Maret 2025

Tak Ada Lagi yang Menunggu di Pintu: Makna Lebaran Setelah Kehilangan Orang Tua


Oleh Restu Nugraha
25 Maret 2025
tentang Inspiratif
Tak Ada Lagi yang Menunggu di Pintu: Makna Lebaran Setelah Kehilangan Orang Tua - Sport Jabar

Lebaran bukan hanya tentang siapa yang hadir secara fisik, tetapi tentang siapa yang tetap hidup dalam hati kita. (Foto ilustrasi)

1618 views

SPIRITKITA.ID - Tak terasa Lebaran segera menyapa. Umat muslim di seluruh dunia menyambutnya dengan penuh kebahagian. Sebulan penuh menjalankan puasa di bulan suci Ramadan akan terbayarkan dengan hari kemenangan yakni Lebaran dengan saling memaafkkan atas dosa dan khilaf. 

Lebaran adalah momen indah karena selalu identik dengan kebersamaan, canda tawa, dan kehangatan bersama keluarga  yang pulang ke kampung halaman.  Namun, bagaimana bagi mereka yang sudah kehilangan orang tua, Lebaran mungkin punya makna yang berbeda. Kehangatan sedikit berkurang. Tidak ada lagi sambutan hangat saat tiba di rumah, tidak ada tangan yang dulu selalu siap menyambut dan memeluk, serta tak ada suara yang mengingatkan untuk tidak lupa sungkem di pagi hari.

Keadaan ini dialami oleh seorang mamah muda bernama Dewi Sofiah berusia (35 tahun). Sudah 2 tahun, orang tuanya meninggal dan setiap pulang kampung Lebaran ada yang hampa dirasakan.

Begini Kisahnya

Dewi, begitu disapa, menatap rumah peninggalan orang tuanya dengan perasaan campur aduk. Setiap kali pulang ke kampung saat Lebaran, rasanya tetap ada sesuatu yang hilang.

Dulu, ia dan keluarganya selalu buru-buru pulang. Bahkan kadang di perjalanan masih berpikir, 'Aduh, sempat nggak ya sampai sebelum Maghrib? Nanti ibu marah kalau saya telat buka puasa di rumah. Sekarang, tidak ada lagi yang menunggu saya di depan pintu." batinnya dengan senyuman kesedihan.

Malam takbiran yang dulu bawelnya suara ibu yang sibuk memasak dan bapak yang menyalakan radio tua di ruang tamu, kini terasa sunyi. Dewi duduk di ruang keluarga, memegang toples kue yang masih tertutup rapat. Biasanya, ibunya akan memaksanya mencicipi nastar buatannya. Dewi tertawa pelan, lalu menghela napas. "Saya rindu suara ibu yang bilang, ‘Coba, enak nggak ini? Jangan bohong lho!’”kenangnya.

Sementara itu, saudaranya yang lain juga sudah punya kesibukan masing-masing. Ada yang tinggal di luar kota, ada yang harus bergantian berlebaran dengan keluarga pasangan. Kini, hanya ada dirinya dan suaminya yang duduk di ruang tamu rumah itu. Dikeheningan itu, sang suami berkata besok setelah solat Id, untuk ziarah ke makam orang tuanya.

"Besok pagi, kita tetap sungkem ke makam, ya," kata suaminya pelan.

Mendengar itu, Dewi tersenyum dan mengangguk, matanya nampak berkaca-kaca.

Belajar Menguatkan Diri dan Menjalin Kebersamaan

Keesokan paginya, setelah salat Id, Dewi dan suaminya berziarah ke makam orang tuanya. Tak banyak kata yang keluar, hanya doa dan air mata yang menetes pelan. Saat kembali ke rumah, Dewi terdiam di depan cermin besar di ruang tamu. Dulu, setiap Lebaran, ibunya akan membetulkan kerudungnya sebelum berangkat ke rumah saudara.

"Kamu cantik pakai ini," suara ibunya terngiang di kepala.

Dewi menghela napas panjang. "Lebaran memang nggak akan sama lagi, tapi saya harus tetap menjalaninya," gumam ibu yang punya 2 anak ini.

Ia lalu mengambil ponselnya, mengetik pesan di grup keluarga, mengajak saudara-saudaranya untuk berkumpul walau hanya sebentar. "Aku tahu semua sibuk, tapi setidaknya kita tetap bertemu, meski orang tua kita sudah nggak ada," tulisnya.

Dan sore itu, rumah yang sempat terasa sepi kembali diisi dengan suara saudara-saudaranya, keponakan-keponakannya, dan tawa yang meski tidak sehangat dulu, tetap membawa kebahagiaan.

Menemukan Makna Lebaran yang Baru

Dewi sadar, kehilangan orang tua bukan berarti kehilangan arti dari Lebaran itu sendiri. Justru, ini saatnya untuk melanjutkan apa yang telah mereka ajarkan—tentang kebersamaan, tentang berbagi, dan menjaga silaturahmi.

“Saya tidak mau ada yang merasa seperti saya dulu, sendirian di rumah yang sepi saat Lebaran. Kalau ada saudara yang tidak bisa mudik, saya akan mengundangnya ke rumah. Kalau ada teman yang juga kehilangan orang tuanya, saya ingin mengajaknya makan bersama. Karena Lebaran bukan hanya soal tradisi, tapi soal menjaga mereka yang kita cintai tetap dekat.” tandasnya.

Dewi tersenyum, memandang langit sore dari jendela rumah orang tuanya. Hatinya masih dirundung rindu, tetapi ia tahu, ia tidak sendiri. Karena sejatinya, Lebaran bukan hanya tentang siapa yang hadir secara fisik, tetapi tentang siapa yang tetap hidup dalam hati kita.

Baca Juga :  Ramadan 2025 : Cerita Mualaf perjalanan Hati Seorang Wanita

Baca Juga :
Mengenal Sisi Lain Bulan Ramadan: Tantangan dan Harapan

(*)

Penulis

Restu Nugraha

Berita Lainnya dari Inspiratif

  • Oleh: Restu Nugraha
  • 23 September 2024
Begini Nih Jadinya Jika Pacaran Tanpa Batas
  • Oleh: Restu Nugraha
  • 23 September 2024
Calvin Verdonk Berharap Segera Bertemu Sang Ayah