Walau terkesan sebagai solusi, faktanya nikah siri bisa menjadi bentuk ketidakadilan yang sangat menyakitkan, terutama bagi perempuan dan anak-anak yang lahir dari pernikahan ini.
SPIRITKITA.ID - Meski secara hukum negara tidak diakui, nikah siri tetap menjadi pilihan banyak orang. Berikut beberapa penyebab utama:
1. Keterbatasan usia atau belum mendapat izin orang tua.
Banyak pasangan muda yang belum cukup umur secara hukum, tapi sudah ingin menikah. Karena tidak bisa dicatatkan secara resmi, akhirnya memilih jalur nikah siri.
2. Alasan ekonomi dan status sosial.
Sebagian perempuan menerima dinikahi secara siri karena pasangannya menjanjikan kehidupan yang layak. Terutama jika pria tersebut memiliki jabatan, kekayaan, atau kekuasaan.
3. Hamil duluan.
Kehamilan di luar nikah sering jadi alasan pasangan buru-buru menikah secara siri agar dianggap sah secara agama, walaupun tidak sah di mata hukum.
4. Ingin jadi istri kedua (poligami) tanpa izin istri pertama.
Karena hukum di Indonesia mengharuskan izin istri pertama untuk menikah lagi, maka sebagian pria menempuh jalan pintas: nikah siri.
5. Takut aib atau tekanan keluarga.
Dalam kondisi mendesak, keluarga ingin agar “status” anaknya segera disahkan secara agama, walau mengabaikan legalitas negara.
Nikah Siri: Solusi Sementara yang Bisa Sangat Tidak Manusiawi
Walau terkesan sebagai solusi, faktanya nikah siri bisa menjadi bentuk ketidakadilan yang sangat menyakitkan, terutama bagi perempuan dan anak-anak yang lahir dari pernikahan ini.
Tidak ada perlindungan hukum.
Saat terjadi perselisihan, perceraian, atau kekerasan, perempuan tidak bisa menuntut karena tidak diakui secara hukum negara.
Anak sulit mendapatkan hak sipil.
Akta kelahiran, kartu keluarga, dan akses pendidikan atau jaminan sosial bisa jadi masalah besar jika pernikahan orang tuanya tidak tercatat.
Rawan ditinggalkan tanpa tanggung jawab.
Karena tidak tercatat, pria bisa dengan mudah "menghilang" dan meninggalkan istri siri tanpa proses hukum yang jelas.
Perempuan diposisikan sebagai ‘cadangan’ tanpa kepastian.
Banyak perempuan yang menjadi korban janji manis, kemudian diperlakukan semaunya karena tidak punya pegangan hukum. Berikut Pandangan Seorang Wanita Bernama Novita Dewi
Nikah siri masih menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Secara agama, pernikahan ini sah dan halal, namun tidak memiliki kekuatan hukum negara karena tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA).
Dalam konteks internasional, praktik ini mirip dengan nikah urfi atau nikah misyar di sejumlah negara Timur Tengah. Meski tampak memberi jalan keluar bagi sebagian orang, faktanya nikah siri lebih sering merugikan pihak perempuan, terutama dalam hal perlindungan hukum dan hak-hak anak.
Sah, Tapi Banyak Risiko
Novita Dewi, seorang mojang Bandung yang aktif dalam dunia kebugaran, mengaku tidak menolak nikah siri, tapi dengan catatan: perempuan harus paham risikonya.
“Menurut aku nikah siri emang nggak salah. Tapi buat perempuan, itu sangat merugikan karena tidak tercatat secara hukum negara. Anak yang lahir juga bisa kesulitan dapat akta kelahiran atau identitas seperti kartu keluarga,” ujar Novita kepada redaksi. Risiko Lain: Warisan, Harta Gono-Gini, dan Hak Anak
Novita menambahkan, dalam kasus perceraian, perempuan tidak bisa menuntut hak harta bersama (gono-gini). Apalagi jika menjadi istri kedua yang tidak diketahui oleh istri pertama.
“Dalam warisan, anak dari nikah siri juga sering tak dianggap. Hanya diberi jika keluarga suami berbaik hati. Ini semua merugikan perempuan dan keturunannya,” katanya. Mengapa Masih Banyak yang Mau Nikah Siri?
Meski tahu risikonya, Novita heran banyak perempuan tetap memilih jalur nikah siri. Ia menyebutkan beberapa faktor: Terpaksa karena hamil duluan, usia belum cukup untuk nikah resmi terpengaruh oleh cinta atau faktor ekonomi.
“Kadang karena cowoknya punya jabatan atau kekuasaan, ya sudah... jalannya nikah siri,” ujar Novita. I
a menyebut hal ini lazim dilakukan oleh sebagian oknum aparat, pejabat, bahkan PNS yang tidak mendapat izin dari istri pertama untuk menikah lagi.
Pesan untuk Para Lelaki: Nikahi Perempuan dengan Cara yang Benar
Novita menegaskan, jika mencintai seseorang, maka nikahilah secara resmi agar jelas status dan hak-haknya.
“Supaya anakmu kelak punya perlindungan hukum dan agama. Kalau kamu serius, buktikan dengan pernikahan resmi,” tegasnya.
Saat ditanya apakah ia bersedia dinikahi secara siri, jawabannya tegas: "ogah"