Floating Image
Floating Image
Minggu, 1 Juni 2025

Skandal Presiden: Ketika Kekuasaan Bergesekan dengan Kepentingan Pribadi


Oleh Alifa Fajri
30 Mei 2025
tentang Warna Warni
Skandal Presiden: Ketika Kekuasaan Bergesekan dengan Kepentingan Pribadi - Sport Jabar

Skandal presiden bukan sekadar drama politik. Ia cermin bagi kita semua, publik, media, akademisi, bahkan aparat penegak hukum untuk melihat sejauh mana demokrasi kita matang.

551 views

SPIRITKITA.ID - Seorang presiden, secara konstitusional, adalah pemimpin tertinggi di sebuah negara. Di tangannya tertumpu kebijakan, keputusan, dan arah masa depan rakyatnya. Tapi sejarah baik di dunia maupun di Indonesia mengajarkan satu hal pentng yakni  kekuasaan yang besar selalu mengundang godaan, dan dalam banyak kasus, membuka celah lahirnya skandal.

Skandal Presiden: Dari Gedung Putih sampai Istana

Dunia mencatat sederet pemimpin besar yang jatuh bukan karena kalah pemilu, tapi karena skandal yang mereka ciptakan sendiri. Karena itu, Redaksi mengulasnya. 

Richard Nixon (Amerika Serikat) tersungkur karena Skandal Watergate (1972). Bukan soal kebijakan luar negeri atau ekonomi, tapi karena menyadap lawan politiknya untuk memenangkan pemilu. Ketika investigasi media dan Kongres membuka tabir konspirasi itu, Nixon memilih mundur demi menyelamatkan muka Amerika.

Park Geun-hye (Korea Selatan) dimakzulkan pada 2017 karena menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan sahabat dekatnya, Choi Soon-sil. Negara demokrasi yang baru bangkit itu menunjukkan bahwa bahkan presiden pun tak kebal hukum.

Ferdinand Marcos (Filipina) memimpin lebih dari dua dekade dengan tangan besi. Ia membungkus kekuasaan dengan citra nasionalis, tapi akhirnya runtuh karena korupsi besar-besaran yang memperkaya keluarga dan kroni-kroninya.

Ada juga skandal yang sifatnya moral, seperti Bill Clinton dengan Monica Lewinsky, atau Jacob Zuma dengan sederet tuduhan skandal seks dan kolusi.

 Skandal di Indonesia: Dari Moral, Korupsi, hingga Ijazah Palsu

Indonesia, sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, tidak steril dari skandal. Namun, bentuk dan nuansanya sering kali lebih kompleks karena tercampur antara fakta, opini publik, dan kepentingan politik.

Era Soeharto misalnya, diidentikan korupsi menjadi bagian sistemik dalam pemerintahan Orde Baru. Kekuasaan yang terlalu lama melahirkan kroniisme, konglomerasi keluarga, dan represi terhadap oposisi.

Era reformasi menghadirkan pengawasan lebih kuat. Namun, tidak berarti bersih. Skandal-skandal seperti "kasus Bank Century", korupsi pejabat tinggi, hingga isu ijazah palsu Presiden Jokowi terus menghiasi ruang publik.

Soal ijazah Presiden Joko Widodo yang disinyalir palsu terus bergulir menyita perhatian dan menjadi topik hangat diskusi dan pembicaraan. Skandal ini bisa berhenti jika ijazah asli diperlihatkan ke publik.

Mengapa Skandal Bisa Terjadi?

Presiden bukan sekadar jabatan. Ia simbol kekuasaan, kontrol terhadap birokrasi, penegakan hukum, anggaran negara, bahkan opini publik. Skandal terjadi ketika:

1. Kekuasaan tidak diawasi dengan seimbang.

2. Elite dikelilingi oleh orang-orang yang haus keuntungan.

3. Transparansi dikorbankan demi kestabilan semu.

4. Hukum tunduk pada kekuatan politik, bukan kebenaran.

Di negara dengan sistem pengawasan kuat seperti AS atau Korea Selatan, skandal bisa berujung pemakzulan. Tapi di negara lain, bisa jadi malah menjadi senjata politik bukan untuk mengoreksi, tapi untuk menjatuhkan lawan.

 Pelajaran untuk Kita Semua

Skandal presiden bukan sekadar drama politik. Ia cermin bagi kita semua, publik, media, akademisi, bahkan aparat penegak hukum untuk melihat sejauh mana demokrasi kita matang.

Jangan menelan isu mentah-mentah. Jangan pula menutup mata terhadap kemungkinan penyimpangan. Tugas publik bukan menggulingkan, tapi mendorong transparansi dan  akuntabilitas. Presiden bukan dewa. Ia manusia biasa dengan kekuasaan luar biasa. Dan justru karena itulah, pengawasan dari rakyat adalah kunci utama.

Spiritkita.id mengajak pembaca untuk tetap kritis, tidak mudah termakan hoaks, dan berani menjaga integritas demokrasi dengan informasi yang seimbang. Jika skandal datang, tugas kita bukan menuding, tapi menuntut kebenaran melalui jalur yang sah.

Baca Juga :  Menghindari Korupsi: Perspektif Agama, Moral, Hukum, Sosial, dan Ekonomi

Baca Juga : 
Nenek Non Muslim Demo Karena Kesal kepada Pemimpin Arab yang Cuek Terhadap Penderitaan Gaza Palestina

(*)


Penulis

Alifa Fajri

Berita Lainnya dari Warna Warni

  • Oleh: Restu Nugraha
  • 30 September 2024
Gerakan Boikot Produk Israel Harus Terus Dikobarkan