Mimpi menuju level Asia bukan tidak mungkin. Tapi butuh keseriusan dalam manajemen, pembinaan usia dini, kompetisi yang konsisten, serta pelatih yang berkualitas dunia.
SPIRITKITA.ID – Persaingan bola voli putra Asia Tenggara kini semakin panas dan ketat. Jika lima tahun terakhir Indonesia begitu mendominasi dengan tiga medali emas beruntun di ajang SEA Games (2019, 2021 dan 2023). Namun belakangan performa TImnas Merah Putih mulai mendapat tantangan yang cukup berarti. Sejumlah negara seperti Thailand, Vietnam, Filipina, hingga Kamboja kini menunjukkan perkembangan yang signifikan dan mulai mampu memberi perlawanan sengit.
Bukti teranyar adalah dalam beberapa laga terakhir, Timnas Indonesia kesulitan untuk menang mudah dari negara-negara tersebut. Padahal, jika Indonesia benar-benar ingin melangkah ke panggung Asia, tantangan sesungguhnya baru dimulai di sana. Di lain pihak jika merujuk negara seperti Jepang, Iran, Korea Selatan, dan China sudah berada di level yang jauh berbeda, mereka stabil, mapan, dan punya ekosistem pembinaan kelas dunia. Proliga, kompetisi elit yang kerap menghadirkan pemain kelas dunia efeknya masih belum terasa signifikan.
Terkait ini, opposite andalan Indonesia, Rivan Nurmulki, menyuarakan harapan besar usai membawa Indonesia juara di ajang SEA V League 2025. Meski menyabet gelar Best Opposite dan membawa tim menang dramatis 3-2 atas Thailand, ia tetap menyebut pencapaian itu "biasa-biasa saja".
"Kalau cuma ASEAN, ya biasa. Saya lebih gembira kalau Indonesia bisa jadi yang terbaik di Asia. Itu baru ‘wow’," katanya kepada Moji TV, 20 Juli 2025.
Komentar tersebut mencerminkan kehausan para pemain untuk membawa Indonesia ke level yang lebih tinggi. Namun, seperti yang disampaikan oleh sejumlah Volimania Tanah Air, kondisi sekarang justru belum mendukung harapan tersebut.
Pandangan Volimania: Realistis Saja Dulu
Seorang Volimania bernama Dipa Yadi menyampaikan pandangan tajam. Ia berkata, indikasi Timnas voli bisa bersaing di level Asia adalah tidak repot ketika melawan tim asal Asia tenggara.
"Kalau kita masih kesulitan mengalahkan Thailand atau Vietnam dengan skor telak, bagaimana kita bisa bersaing dengan Iran atau Jepang? Indikator naik level itu adalah kalau kita sudah menang mudah di ASEAN." tandasnya.
Bahkan dengan tegas mengatakan untuk bisa naik level, Indonesia harus bisa menurunkan tim kelompok umur (U23 atau bahkan U20) saat menghadapi tim-tim Asia Tenggara, sementara tim senior fokus ke level Asia.
“Kalau saya berharap sih, nanti melawan tim Asia Tenggara tidak perlu pakai tim senior utama, cukup tim pelapis saja bisa juga kelompok umur,” jelasnya.
Kunci Naik Level: Pembinaan & Pelatih Kelas Dunia
Fakta bahwa Indonesia masih terseok-seok melawan tim-tim regional menunjukkan ada pekerjaan rumah besar di pembinaan dan pelatihan. Para pemain Timnas seperti Farhan Halim, Boy Arnes, Rama Fauzan, Doni Haryono dan pemain lainnya tak perlu diragukan lagi sklinya, namun belum cukup jika tidak dibarengi dengan sistem pelatihan dan pertandingan yang berkelas.
Ia berharap pelatih tim nasional ke depan harus benar-benar bertaraf internasional, bukan hanya dari nama, tapi juga kualitas program, taktik, dan pembentukan mental juara.
"Jangan hanya pemainnya yang dituntut, tapi pelatih pun harus benar-benar world-class. Sistem pelatihan, science olahraga, dan pembinaan mental sangat penting kalau mau naik level," terangnya.
Mimpi menuju level Asia bukan tidak mungkin. Tapi butuh keseriusan dalam manajemen, pembinaan usia dini, kompetisi yang konsisten, serta pelatih yang berkualitas dunia. Indonesia punya talenta. Tapi untuk menjadi raksasa Asia, itu belum cukup. Harus ada pembenahan sistemik dan visi besar dari federasi.